Berpikir Positif - 3

Baca sebelumnya :
Berpikir positif - 1
Berpikir positif - 2

Pada kesempatan kali ini, marilah kita kembali merenungkan kisah kehidupan Yusuf yang telah menjadi berkat bagi banyak orang, sehingga tidak heran kisah Yusuf menjadi salah satu kisah yang paling akrab bagi kita. Pada artikel sebelumnya, kita telah merenungkan bagaimana Yusuf berpikir positif tentang persoalannya sehingga menghasilkan sikap yang positif pula di dalam menghadapi persoalan yang sedang dihadapinya. Pertanyaannya, “Bagaimana Yusuf bisa berpikir positif? Adakah kunci sukses yang dikembangkan oleh Yusuf di dalam menjalani kehidupannya yang penuh dengan perjuangan dan kemalangan?” Kuncinya adalah “IMAN”. Ya, Yusuf memiliki iman yang melahirkan cara berpikir positif.

Yusuf memiliki iman yang melahirkan cara berpikir positif

Saudara pasti setuju bahwa iman Yusuf adalah kunci keberhasilannya dalam menjalani kehidupan. Namun pertanyaannya ialah iman yang bagaimana?

Kalau yang saudara maksudkan dengan iman di sini adalah semacam jaminan bahwa saudara akan dapat menikmati kemenangan tanpa mengalami pahitnya peperangan. Oh, lupakan itu! Bila yang saudara maksudkan adalah semacam surat “bebas dari tantangan dan penderitaan” yang ditandatangani Tuhan. Oh. Lupakan! Perlu saudara ketahui bahwa iman yg dimengerti dan dimiliki seperti ini, itulah yg sering melahirkan orang-orang Kristen yang lembek dan manja. Yang segera lari tunggang langgang dengan panik begitu melihat bahaya datang, atau menyerah kepada keadaan dan justru bukan berserah kepada Tuhan yang sanggup meredakan ‘badai’ keadaan.

Iman Yusuf adalah iman yang melahirkan cara berpikir positif. Artinya iman yang senantiasa berusaha menarik hikmah dari setiap musibah! Iman yang berusaha memandang dari sisi Allah dan bukan dari sisi manusiawi kita. Sehingga Yusuf mendapat pandangan yang dari sudut kemampuan Allah dan bukan kemampuan dirinya sendiri. Iman yang mampu bertahan ketika belum cukup melawan. Dan terus bertahan sampai memetik kemenangan. Amin!

Ini mengingatkan saya pada dua tokoh yang luar biasa. Yang pertama adalah Natan Sharansky. Dalam autobiografinya yg amat mengesankan: FEAR NO EVIL (jangan takut pada kejahatan), Natan Sharansky memberi kesaksian bahwa ia telah menjadi orang bebas 13 tahun sebelum ia menyeberang dari Berlin Timur ke Berlin Barat. Padahal pada waktu itu secara fisik ia masih dalam kungkungan penjara Soviet! Ia secara mental 13 tahun lalu ia merasa bebas! Mentalnya melampui keadaan yang sedang ada di sekitarnya, sehingga ia dapat menikmati kebebasan, walaupun keadaan dan lingkungan seolah-olah membelenggunya. Menyedihkan sekali karena banyak orang yang kelihatan bebas, tetapi mental mereka sebenarnya terikat.

Yang kedua yaitu ada sebuah artikel yg ditulis Eleanor Bergholz, seorang wartawati dari Pittsburg yg bekerja di New York Times Magazine. Bergholz menceritakan betapa terkejutnya ia ketika dalam usia 43 tahun, dokter memberitahu bahwa ia mengidap kanker ganas. Padahal sudah puluhan tahun ia menjadi ibu rumah tangga, dan pada waktu itu ia baru saja memulai kariernya sebagai wartawati. Apakah itu berarti bahwa hidupnya berhenti persis di saat ia baru saja mulai? Namun, ia tidak mau berhenti dan menyerah. Di satu pihak ia tidak mau bersikap naïf dengan berpikir bahwa kalau ia berpikir positif maka ia akan sembuh. Tetapi, di lain pihak ia juga tidak mau menyerah begitu saja pada hasil laboratorium mengenai kecilnya kemungkinan untuk sembuh. Dengan realistis, tetapi juga dengan keberanian besar, ia hanya menulis demikian, “Aku hanya akan melakukan apa yang dapat aku lakukan dan apa yang harus aku lakukan. Aku tidak mengharapkan atau mencari-cari mujizat. Yang aku cari sekarang adalah celah-celah, betappun kecilnya, yang sekadar cukup bagiku untuk berjalan terus.” Eleanor Bergholz memilih itu. Padahal ia juga dapat memilih yang lain yaitu berhenti dalam keputusasaan.

Penutup
Saudara tahu darimana kata “sabotase” berasal? Ternyata dari kata “sabot”, yaitu semacam sandal kayu yang dikenakan buruh-buruh Perancis pada waktu lalu. Konon, kalau mereka merasa diperlakukan amat tidak adil oleh majikan mereka, dan keluhan mereka tidak didengar, maka sebagai balas dendam mereka melemparkan “sabot” mereka ke mesin-mesin. Tentu saja mesin akan menjadi rusak dan macet. Saudara tahu, betapa sering kita menyabot kehidupan kita sendiri tanpa sadar? Yaitu ketika kita melemparkan perasaan tak berdaya ke mesin kehidupan kita. Akibatnya macetlah dia. Berjalanlah bersama Allah, jika engkau lelah, tak mampu lagi, peganglah tanganNya, kalau perlu minta Tuhan menggendongmu!

Ucapkan Mazmur 62:2-3, “Hanya dekat Allah saja aku tenang, daripada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah.”

0 comments:

Post a Comment

 
Yohanes 14:6b "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.