Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” Ibrani 13:5b
Ketika Allah terasa jauh, kita mungkin berpikir bahwa Allah marah terhadap kita atau sedang menghukum kita karena suatu dosa. Sesungguhnya, dosa memang memisahkan kita dari persekutuan yang akrab dengan Allah. Kita mendukakan Roh Allah dan memadamkan persekutuan kita dengan Allah melalui ketidaktaatan, konflik dengan orang lain, kesibukan, persahabatan dengan dunia, dan dosa-dosa lain.
Tetapi seringkali perasaan ditinggalkan atau dijauhkan oleh Allah ini tidak berkaitan dengan dosa. Ini merupakan ujian iman. Iman kita diuji: akankah Saudara terus mengasihi, mempercayai, mentaati dan menyembah Allah, bahkan ketika Saudara tidak merasakan kehadiran-Nya atau tidak memiliki bukti yang bisa dilihat dari karya-Nya dalam kehidupan Saudara?
Ketika Allah terasa jauh, apakah yang dapat kita lakukan? Pertama, curahkan isi hati Saudara kepada Allah. Allah bisa menangani kebimbangan, kemarahan, ketakutan, kesedihan, kebingungan, dan keraguan Saudara. Ketika Raja Daud mempercayai Allah tetapi sekaligus merasa putus asa, ia menulis, “Aku percaya, sekalipun aku berkata: Aku ini sangat tertindas” (Maz. 116:10). Hal kedua yang dapat kita lakukan adalah pusatkan perhatian pada keberadaan Allah, sifat-Nya yang tidak berubah. Ingatkan diri Saudara bahwa: Allah baik, Dia mengasihi saya, dan memiliki rencana yang baik bagi kehidupan saya.
Hal yang ketiga adalah, percaya bahwa Allah menepati janji-janji-Nya. Dalam penderitaannya, Ayub tetap berpegang pada Firman Allah. Dia berkata, “Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya” (Ayb. 23:12). Akhirnya, hal yang keempat adalah, ingatlah apa yang Allah telah kerjakan bagi Saudara. Seandainya Allah tidak pernah melakukan hal lain apapun bagi Saudara, Allah tetap layak menerima pujian Saudara karena pengorbanan Kristus di atas kayu salib untuk menyelamatkan Saudara.
Kemahahadiran Allah dan perwujudan kehadiran-Nya adalah dua hal yang berbeda. Kemahahadiran Allah adalah fakta, sedangkan perwujudan kehadiran-Nya seringkali berkaitan dengan perasaan kita. Allah selalu ada, bahkan ketika kita tidak menyadari-Nya, dan kehadiran-Nya terlalu dahsyat untuk dapat diukur dengan emosi belaka. Benar, Allah ingin agar Saudara merasakan kehadiran-Nya, tetapi Allah lebih suka Saudara mempercayai-Nya daripada Saudara merasakan-Nya. Iman Saudara kepada Allah menyenangkan hati Allah.
0 comments:
Post a Comment