Bersyukur


Renungan pada warta jemaat hari ini, saya akan berbicara tentang mengucap syukur. Saya berharap kita semua bisa mengakhiri tahun 2009 dan memulai tahun 2010 dengan ucapan syukur kepada Tuhan. ”Aku tak selalu mendapatkan apa yang kusukai, oleh karena itu aku selalu menyukai apapun yang aku dapatkan....” Kata-kata di atas merupakan wujud syukur. ‘Syukur’ merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tentram dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia. Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur.


I. Kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki.
Katakanlah Anda telah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaa tetap, dan pasangan yang terbaik, tapi Anda masih merasa kurang. Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi.

Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi "KAYA" dalam arti yang sesungguhnya. Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang "kaya". Orang yang "kaya" bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup.
Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang pengarang pernah mengatakan, "Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi." Ini perwujudan rasa syukur.

II. Kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain.
Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai,lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita. Ada seorang pria yang pertama kali bekerja senantiasa membandingkan penghasilannya dengan rekan-rekan semasa kuliah. Perasaan ini membuat ia resah dan gelisah. Sebagai mantan mahasiswa teladan di kampus, ia merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu angkatan yang memperoleh penghasilan di atasnya. Nyatanya, selalu saja ada kawan yang penghasilannya melebihinya. Ia menjadi gemar bergonta-ganti pekerjaan, hanya untuk mengimbangi rekan-rekannya. Ia bahkan tak peduli dengan jenis pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya ia sadar bahwa hal ini tak akan pernah ada habisnya. Ia berubah dan mulai mensyukuri apa yang ia dapatkan dan ia sangat menikmati pekerjaannya. Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri.

Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi.
Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, "Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup di tanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga."

0 comments:

Post a Comment

 
Yohanes 14:6b "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.