Musibah Kebakaran Sekolah Pancaran Berkat

“Jika saya tidak bangun, saya sudah mati pak!” ujar penjaga sekolah yang kebetulan mengantar minuman saat kami berkunjung untuk mengambil beberapa gambar dan memberikan sedikit bantuan sebagai tanda simpati kami. Dalam percakapan saya dengan Pdt. Stephen Pribadi (Gembala GSJA Bandengan) via telepon beberapa saat sebelum kami tiba, saya katakan bahwa bantuan ini mungkin tidak berarti, tetapi jawabannya sangat positif, “Ini akan menjadi seperti lima roti dan dua ikan!”. Saya mengatakan, “Anda memang luar biasa! Anda akan disanggupkan Tuhan memimpin semua pemulihan Sekolah tersebut, bahkan membawa kemajuan yang luar biasa juga!”. Pdt. Nyoek Tjing, yang menjadi ketua tim renovasi dan pembangunan gedung pasca kebakara, berkata, “Kami berterima kasih atas bantuan ini, betapa senangnya merasa bahwa kami tidak sendirian!”. Saya ditemani seorang staff ikut terharu dengan ucapannya. Memang benar-dalam situasi-situasi seperti ini, betapa pentingnya kehadiran teman-teman sejawat sebagai penguat dan penghibur.

Kebakaran yang menurut Pdt. Stephen Pribadi sebagai musibah yang akan membawa hikmah, terjadi hari Rabu, 22 Juni 2011. Api berasal dari bangunan bertingkat tiga di samping sekolah, milik salah satu warga. Tetapi karena angin bertiup ke arah sekolah maka api dengan cepat menyambar bagian atas gedung-gedung Sekolah milik GSJA Bandengan, yang sebagian terbuat dari kayu.

Sekolah yang telah puluhan tahun berdiri, kini menampung 700 murid dari TK, SD, SMP, SMAK. Kebanyakan murid datang dari keluarga sederhana yang tinggal di areal sekeliling Sekolah. Kebanyakan mereka adalah pendatang dari Bagan Siapi-api. Di dalam areal Sekolah, terdapat juga gereja SJA yang dilayani oleh Pdt. Chandra Wiguna dan seorang kawan PI lainnya. Semua tidak bersisa, ikut terbakar, karena ruangan tersebut sebenarnya adalah ruang pertemuan milik sekolah yang digunakan untuk gereja juga. Sejumlah 6.000 buku di perpustakaan sekolah musnah, 3.000 buku baru untuk tahun ajaran baru senilai 40 juta rupiah yang datang sehari sebelumnya juga ikut musnah. Sebgaian komputer di ruangan lab mereka turut musnah dan banyak yang tidak terselamatkan termasuk data-data murid yang ada di komputer dan dokumen. Kejadiannya begitu cepat karena anging bertiup kencang. Kesaksian mereka yang menceritakan kepada kami, melihat bagaimana si jago merah melalap ruang-ruang kelas yang asa sehingga 80% bangunan Sekolah musnah, adalah mengerikan.

Bencana yang menimpa sekolah ini rupanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meniupkan isu bahwa sekolah akan tutup, dsb. Syukurlah para orang tua malah dengan simpati berdatangan membantu menjagai sekolah, bahkan terlihat saat kami datang, anak-anak SD membantu membersihkan puing-puing yang berserakan. Ada semacam kepedulian orang tua murid dan para murid. Bahkan ketika kami datang, warga yang menjadi anggota gerakan Buddha Tzu Chi telah ada di situ membangun posko bantuan, ini luar biasa juga. Saya ingin turut berterima kasih kepada mereka yang membangun posko bantuan di sana. Jika seluruh masyarakat bergerak bersama, maka bencana besar akan terasa ringan dipikul.

Di pihak lain, mengingat sekolah itu sudah puluhan tahun melayani masyarakat, maka kehadirannya tetap menjadi kebutuhan dan harus dipertahankan. Beberapa gereja lokal SJA memiliki sekolah yang dibuka atas biaya sendiri dan masih berlangsung sampai sekarang. GSJA Bandengan adalah salah satu GSJA yang setia dalam pengembalian persepuluhannya, dan menjaring begitu banyak jiwa serta membantu perintisan-perintisan di berbagai Daerah. Semoga hati kawan-kawan GSJA turut digerakkan untuk ikut bersimpati dengan keadaan ini. Bukan masalah nilainya, tetapi kebersamaannya, Tuhan memberkati!

Foto dan keterangan selengkapnya bisa dilihat disini
Sumber : www.gsja.org

0 comments:

Post a Comment

 
Yohanes 14:6b "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.