“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (I Tesalonika. 5:18)
Pada puncak dari karirnya, Mark Twain, dibayar 5 dollar untuk tiap kata yang ditulisnya. Suatu hari ada seseorang menulis surat kepadanya sembari menyelipkan uang 5 dollar di dalamnya. Isi dari surat itu aneh: Sebuah pertanyaan! “Apa yang menjadi kata favorit Anda?” Mark Twain membalas surat itu dengan satu kata: ”Thanks” – ”terimakasih.”
Seneca menulis: Tidak ada yang lebih mulia daripada hati yang penuh ucapan syukur. Seorang pujangga yang lain juga menulis: ”Hati yang penuh dengan ucapan syukur bukan saja sebagai kebajikan yang terbesar, namun bapa dari semua kebajikan.” Jadi jangan heran bila kita mendapati bahwa Rasul Pauluspun memandang pengucapan syukur sebagai sesuatu yang amat penting.
KAPAN UCAPAN SYUKUR ITU KITA LAKUKAN?
Kehendak Tuhan bagi kita semua adalah mensyukuri segala sesuatu dalam hidup kita. Walaupun harus kita akui bahwa kehendak yang satu ini merupakan bagian yang paling sulit kita lakukan. Mungkin Iya kalau kita lagi berkecukupan tapi bagaimana kalau kita dalam kekurangan? Padahal ruang lingkup dari kehendak Allah ini mencakup SEGALA HAL. Artinya dalam situasi apapun juga.Mungkin kita berkata bahwa mengucap syukur dalam perkara yang baik, adalah perkara yang mudah. Bagaimana bila dalam keadaan susah/kesesakan? Masihkah kita mengucap syukur? Apa saja yang menyebabkan kita tidak dapat bersyukur?
Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Yang pertama, Kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah Anda telah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang terbaik. Tapi Anda masih merasa kurang. Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya.
Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi “KAYA” dalam arti yang sesungguhnya. Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang “kaya”. Orang yang “kaya” bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda.
Yang kedua, Kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Sifat dasar manusia adalah seringkali Kita merasa orang lain lebih beruntung daripada kita. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita. Selama kita tinggal di dunia ini akan ada orang lain yang lebih dari kita. Memang benar, “Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri.”
Jika kita terus membandingkan diri kita dengan orang lain akan selalu membawa kita kepada bencana, karena kita memang tidak bisa menjadi seperti orang lain. Hukum alam menyatakan bahwa tiap-tiap orang beda. Kalaupun ada orang yang kembar, pada titik tertentu ada perbedaan, DNAnya masih memiliki perbedaan.
Ada satu kenyataan yang harus kita ingat mengenai kehidupan di dunia ini, yaitu: “Seseorang tidak akan selalu mendapatkan apa yang disukainya, oleh karena itu hendaklah kita menyukai apapun yang kita dapatkan.” INGATLAH: Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki.
Rasul Paulus adalah contoh terbaik dari orang yang MENGUCAP SYUKUR dalam segala keadaan. Dalam senang maupun susah, Paulus menjadi contoh yang terbaik. Baca 2 Korintus 11:23-28, andai kata hidup Paulus selalu beruntung tidak selalu ketiban bencana atau masalah, bukanlah hal yang aneh bila kata-kata itu selalu ditulis dalam surat-surat Paulus. Akan tetapi, dari kesaksian yang ditulisnya kita mendapatkan kenyataan yang sebaliknya. Paulus lebih banyak dihantam prahara kehidupan. Meskipun demikian ia sanggup untuk terus mengucap syukur.
Oleh karena itu mintalah pertolongan dari Tuhan senantiasa agar dalam segala sesuatu yang kita hadapi dalam hidup kita, kita tetap dapat mengucap syukur, karena itu adalah kehendak Allah bagi kita semua. Tuhan memberkati.
0 comments:
Post a Comment