VIVAnews - Empat menteri dan tiga pejabat negara setingkat menteri mendatangi gedung parlemen Senin siang, 30 Agustus 2010. Mereka bertemu tiga komisi dari Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk membahas satu masalah: organisasi massa (ormas) pelaku kekerasan.
Empat menteri itu adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Agama Suryadharma Ali, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. Mereka datang bersama Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Kepala Badan Intelijen Negara Sutanto.
Djoko Suyanto mendapat giliran pertama berbicara dalam rapat gabungan yang dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso itu. Djoko, selaku wakil Pemerintah, meminta DPR merevisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa. Menurut mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia itu, UU Ormas sudah kedaluwarsa.
"Undang-undang tersebut dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan nilai-nilai demokrasi, sehingga sudah selayaknya direvisi," kata Djoko. Revisi, kata Djoko, mendesak dilakukan agar sesuai dengan perkembangan zaman. Terlebih, saat ini terdapat ormas tertentu yang dalam tindakannya kerapkali meresahkan masyarakat.
Djoko menambahkan, sebenarnya pada tahun 2003, pemerintah telah menyerahkan draf revisi RUU tentang Ormas kepada DPR untuk dibahas bersama. "Namun sampai kini pembahasan belum dilakukan," katanya.
Sementara itu, Kapolri Bambang Hendarso menegaskan bahwa ormas yang telah berulang kali melakukan tindakan anarki, sudah selayaknya dibekukan. "Sayangnya, hal itu belum diatur dalam UU Ormas," kata Kapolri.
Kapolri menjelaskan, dari tahun ke tahun, ada tiga ormas yang melakukan tindakan kekerasan berulang-ulang. Mereka adalah Front Pembela Islam (FPI), Forum Betawi Rempug (FBR), dan Barisan Muda Betawi. "Pada tahun 2010 ini saja, ketiga ormas itu melakukan 49 kali tindakan kekerasan," kata Kapolri.
FPI, misalnya, tercatat pernah menyerang masjid milik Ahmadiyah di Kuningan dan jemaat sebuah gereja di Bekasi, Jawa Barat. Sementara FBR disebut-sebut terlibat dalam kericuhan massal di sejumlah kawasan di Jakarta Selatan sebelum bulan puasa tahun ini.
Bila dihitung dari dari tahun-tahun sebelumnya, maka ormas-ormas yang disebutkan di atas telah melakukan 107 kali kekerasan. "Dari 107 tindak kekerasan itu, 36 kasus di antaranya telah P21," tutur Kapolri. P21 adalah istilah untuk kasus yang sudah masuk penyidikan.
Penjelasan itu memancing reaksi keras dari anggota Dewan.
Anggota Komisi II DPR dari Partai Golkar, Nurul Arifin, tak sepakat penanganan ormas militan terganjal UU. "Mengubah UU itu bukan sebuah hal yang mendesak, tapi penegakan hukum yang urgen," kata Nurul.
Ia menyatakan heran Polri sebagai aparat penegak hukum belum berperan aktif menertibkan ormas-ormas yang melakukan pelanggaran hukum. "Mengapa bisa mendeteksi teroris, tapi menindak ormas yang melakukan pelanggaran belum bisa," kata dia.
Anggota Komisi II dari Partai Kebangkitan Bangsa, Malik Haramain, mendesak pemerintah agar tidak segan-segan membubarkan ormas yang melakukan aksi kekerasan. Menurut dia, pembubaran ormas tidak terlalu sulit dilakukan.
"Dulu ada Laskar Jihad pimpinan Ja'far Umar Thalib, bisa dibubarkan. Sekarang kenapa tidak? Jadi masalahnya law enforcement," kata dia. "Jangan gara-gara atas nama HAM, kita biarkan saja ormas semau-maunya."
Di penghujung rapat, DPR dan pemerintah sepakat ada beberapa ormas yang kerapkali melakukan tindakan anarki dengan mengatasnamakan agama atau etnis, dan aksi mereka telah meresahkan masyarakat. Rapat menyimpulkan UU Ormas harus segera direvisi. "DPR juga akan membentuk tim pengawas terkait ormas," kata Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding.
Memberantas maksiat
Pengurus FBR, Junaedi, menolak rencana revisi UU Ormas. Menurutnya, selama ini ormasnya justru sudah menolong pemerintah. Dalam melakukan aksi, mereka juga sudah berkoordinasi dengan aparat terkait, baik itu Polda Metro Jaya maupun Kementerian Dalam Negeri. "Kami terdaftar kok," kata dia
Soal penilaian FBR kerap melakukan aksi anarkis yang melanggar hukum, Junaedi minta supaya wakil rakyat dan pemerintah melihat latar belakangnya secara utuh. "Mengapa mereka melakukan hal itu, kita harus lihat secara keseluruhan," ucap Junaedi. "Kami sudah membantu oang-orang terzolimi, membela orang-orang tertindas. Kami ini banyak tugas."
Sikap FPI tergambar dari pernyataan Ketua FPI Habib Rizieq Shihab di situs resmi ormas itu pada 12 Juli lalu. Di situ ia menyatakan telah sejak lama mensinyalir adanya konspirasi untuk membubarkan FPI. Menurut dia, penyebabnya karena FPI yang dia klaim beranggotakan 7 juta orang "paling keras dalam memberantas kemaksiatan di Indonesia."
Dia sendiri menyatakan tidak masalah FPI dibubarkan. "Kalau hari ini FPI dibubarkan, maka besok akan saya bikin Front Pecinta Islam. Dengan singkatan yang sama, pengurus yang sama, gerakan yang sama dan wajah yang sama pula, kan UU tidak melarang," kata Rizieq. "Jadi saya tidak pernah pusing dengan pembubaran." Selengkapnya bisa dibaca di sini. (kd)
Sumber : vivanews.com
Kapolri: Ormas Anarkis Layak Dibekukan
Posted by GSJA HALLELUYA on Tuesday, August 31, 2010
0 comments:
Post a Comment