Shallom!! Saya percaya segenap Sidang Jemaat berada dalam pemeliharaan dan kasih karunia Tuhan senantiasa. Kali ini kita akan belajar mengenai iman yang dapat menggugah hati Allah. Mari kita membaca apa yang Firman Allah tulis di dalam Lukas 7:1-10. Bacalah dengan seksama kisah tersebut.
Jika kita perhatikan tokoh sentral dari perikop ini, selain Yesus, adalah Perwira Romawi. Dalam bahasa Inggris ia disebut sebagai centurion, yang menyeberangkan makna bahwa ia adalah kepala dari 100 orang pasukan. Sebagai seorang perwira (centurion), ia adalah seorang figur yang cukup dihormati dan disegani. Namun, sikap orang ini terhadap hambanya sungguh luar biasa. Dia begitu menyayangi dan peduli pada hambanya. Ini tentu saja sikap yang tak lazim dalam budaya yang berkembang pada abad pertama yang seringkali menganggap para hamba sebagai alat-alat hidup. Artinya, walau mereka manusia tetapi mereka hanya diperlakukan tidak bedanya dengan alat-alat yang lain. Tidak ada penghargaan sebagai mana layaknya manusia. Varro, seorang penulis Roma membagi alat-alat pertanian menjadi 3 bagian, yang pertama, yang dapat bersuara dan menjelaskan, yang kedua, yang dapat bersuara saja – misalnya ternak, dan yang ketiga, yang tak dapat bersuara – misalnya mata bajak. Para hamba menjadi bagian dari kelompok yang pertama, meski mereka bisa berpikir dan berbicara, mereka tak lebih dari sebuah alat. Itulah sebabnya jika sudah tak produktif lagi lebih baik disingkirkan, demikian saran Cato, seorang penulis Romawi yang lainnya.
Namun, tidak demikian dengan sikap sang perwira ini. Dapat dilihat dengan jelas bahwa kehidupannya digerakkan oleh kasih bukan obsesi diri sendiri atau ego pribadi.
Sikap bertolak belakang dari kebiasaan yang pada zaman itu yang ditunjukkan oleh Perwira tersebut terhadap hambanya sungguh menggugah hati Yesus. Sikap hati seperti itulah yang membuat
Yesus tergerak untuk menolongnya. Maka terkabullah keinginan perwira itu.
Sejarah telah mencatat iman dari orang-orang besar yang telah membuahkan hasil yang gemilang. Yang menarik adalah, kasih menjadi motor dari iman yang menghasilkan hal-hal yang besar itu. Memohon kepada Tuhan berlandaskan kasih adalah sesuatu yang benar-benar berada dalam kehendak Tuhan.
George Muller, demi kasihnya kepada anak-anak yatim piatu, bertekad untuk menjadi Father of the fatherless, “Ayah dari mereka yang tak berayah”. Dia bukan orang kaya, namun ia mengandalkan iman yang digerakkan oleh kasih ini untuk mengejawantahkan visinya. Di sepanjang hidupnya, dia telah memberi makan, pakaian, pendidikan, kepada dua ribu anak-anak laki-laki dan perempuan di lima rumah yatim piatu yang besar, di Ashley Down, Bristol, Inggris.
Allah amat menghargai iman yang digerakkan oleh kasih, bukan oleh obsesi diri pribadi semata. Bagaimana dengan kita? Apakah kita beriman untuk hal-hal yang ujung-ujungnya adalah pemuasan nafsu pribadi kita? Jika jawabnya “Ya” jangan heran kalau kita mendapatkan jawaban “tidak!” dari Allah. Dan kalaupun kita mendapatkan jawaban “ya” iman semacam itu kurang menggugah hati Allah.
Iman yang diinginkan Allah adalah iman yang dibangun di atas dasar kerendahan hati, bukan arogansi atau kesombongan. Secara posisi, Perwira Romawi tersebut memiliki status sosial yang lebih tinggi. Siapakah Yesus? Ia tak lebih dari seorang guru miskin yang karismatik. Meskipun demikian, perwira Romawi tersebut menyebut Yesus dengan sebutan “Kurios” – Tuhan, sebutan yang secara eksplisit menempatkan dirinya di bawah posisi Yesus.
Sikap seperti ini jelas sikap yang sangat di inginkan oleh Tuhan Yesus. Kita tidak datang kepada Tuhan dengan membanggakan jabatan kita, atau bahkan kekayaan dan kedudukan kita, melainkan kita datang dengan merendahkan diri kita dan menyatakan kepada Tuhan bahwa kita tidak berarti apa-apa tanpa Dia menolong kita.
Ini berlainan dengan sikap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang kerap arogan, dan memandang rendah Yesus. Lalu dimanakan posisi kita. Apakah kita adalah perwira yang rendah hati atau kita adalah orang farisi yang merasa tahu segala sesuatu, yang datang dengan berbagai pengertian-pengertian manusiawi dan seolah-olah meminta Tuhan melakukan segala sesuatu yang menurut kita itu benar.
Marilah Sidang Jemaat yang dikasihi Tuhan, kita belajar untuk datang kepada Tuhan dengan iman yang didorong oleh kasih yang suci dan dengan kerendahan hati. Agar iman kita dapat menggugah hati Allah sehingga Ia mengabulkan doa permohonan kita. Kiranya Tuhan memberkati kita semuan. Halleluya!!
0 comments:
Post a Comment